Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya.
BPHTB adalah objek pajak yang dikenakan lantaran ada perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Pemindahan hak tersebut muncul akibat proses jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, serta pemekaran usaha atau hadiah.
BPHTB dikenakan untuk semua transaksi properti yang dibeli dari per orangan maupun developer. Besarnya BPHTB adalah 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak). NJOPTKP sendiri berbeda besarannya di setiap daerah.
Oleh karenanya, BPHTB erat kaitannya dengan tarif pajak yang berlaku.
1. BPHTB Adalah
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, pemberian Hak Pengelolaan merupakan objek pajak.
Dikenakannya Hak Pengelolaan sebagai objek pajak adalah karena penerima Hak Pengelolaan memperoleh manfaat ekonomis dari tanah yang dikelolanya.
Namun, mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan diberikan kepada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan. Jadi, pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Subjek pajak yang wajib dikenakan BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Sesuai aturan, tarif pajak yang ditetapkan sebesar 5%.
2. BPHTB Online
Saat akan mengurus BPHTB, jangan bayangkan Anda harus repot mengurusnya langsung ke kantor pajak. Sebab, BPHTB bisa dibayarkan secara online. Hal ini untuk mencegah wajib pajak memanipulasi harga tanah agar tidak dikenakan BPHTB, atau agar pajaknya lebih ringan.
Beberapa kota saat ini sudah menyediakan e-BPHTB, seperti:
3. Cara Menghitung BPHTB
Simulasi menghitung BPHTB
Pak Wahyu membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 meter persegi dan luas bangunan 100 meter persegi. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per meter persegi dan nilai bangunan Rp600.000 per meter persegi. Lalu bagaimana cara menghitung BPHTB-nya?
Contoh lain, Bu Ike membeli rumah dengan luas tanah 200 meter persegi dan luas bangunan 100 meter persegi. Berdasarkan NJOPTKP harga tanah Rp1 juta dan nilai bangunan Rp800 ribu per meter persegi. Maka cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut:
Harga tanah | 200m2xRp1.000.000 = Rp200.000.000 |
Harga bangunan | 100m2xRp800.000 = Rp80.000.000 |
Jumlah harga pembelian rumah | Rp280.000.000 |
Nilai Tidak Kena Pajak | Rp80.000.000 |
Nilai untuk penghitungan BPHTB | Rp200.000.000 |
BPHTB yang harus dibayar | 5%xRp 200.000.000 = Rp10.000.000 |
4. Tarif BPHTB
Menurut Perda No.18 Tahun 2010 Pasal 7 (1), besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Jika Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, maka besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP setelah dikurangi NPOPTKP.
Sementara itu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016, besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:
- 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
- 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
- 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
5. Cara Membayar Pajak dengan BPHTB Online
Bagi Anda yang ingin membayar pajak BPHTB secara online, berikut ini adalah beberapa langkah menggunakan website Bapenda Jakarta.
- Pembayar pajak log in di www.pajakonline.jakarta.go.id/login
- Pilih menu BPHTB
- Pembayar pajak diwajibkan untuk mengisi Nomor Objek Pajak (NOP) PBB
- Jika tidak ada tunggakan maka Anda bisa langsung mengisi Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB dan beberapa berkas lainnya. Kemudian berkas tersebut diunggah.
- Setelah diunggah, petugas akan mengecek kelengkapan berkas dan SSPD BPHTB jika sudah lengkap maka mereka akan mengirimkan kode bayar
- Setelah mendapatkan kode bayar, wajib pajak kemudian membayar pajak BPHTB
- Kemudian wajib pajak/PPAT mengunggah dokumen AJB yang sudah ditandatangani
- Kemudian pembayar pajak mendapatkan One Time Password (OTP)
- Kemudian Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) akan menandatangani SSPD BPHTB
- SSPD BPHTB dapat dicetak sebagai tanda bahwa Anda telah membayar pajak BPHTB
6. BPHTB Waris
Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, disebutkan bahwa perolehan hak karena waris dan hibah wasiat merupakan objek pajak.
Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
Saat pewaris meninggal dunia, pada hakikatnya telah terjadi pemindahan hak dari pewaris kepada ahli waris. Saat terjadinya peristiwa hukum yang mengakibatkan pemindahan hak tersebut merupakan saat perolehan hak karena waris menjadi objek pajak.
Mengingat ahli waris memperoleh hak secara cuma-cuma, maka wajar apabila perolehan hak karena waris tersebut termasuk objek pajak yang dikenakan pajak.
Perolehan hak karena hibah wasiat adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
Pada umumnya, penerima hibah wasiat adalah orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga dengan pemberi hibah wasiat, atau orang pribadi yang tidak mampu. Di samping orang pribadi, penerima hibah wasiat juga berupa badan yang biasanya mempunyai kegiatan pelayanan kepentingan umum di bidang sosial, keagamaan, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan, yang semata-mata tidak mencari keuntungan.
Oleh karena ahli waris dan penerima hibah wasiat memperoleh hak secara cuma-cuma, maka untuk lebih memberikan rasa keadilan, besarnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena waris dan hibah wasiat perlu diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Sumber Dilansir Dari Laman
https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-itu-bphtb-bphtb-adalah-8651
https://www.lamudi.co.id/journal/bphtb-online-cara-mudah-ketahui-tarif-pajak-beli-rumah/
Lihat postingan ini di Instagram
Lihat postingan ini di Instagram