Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi jalan yang memudahkan untuk memiliki hunian sendiri. Terlebih lagi, KPR hanya dipatok dengan tarif bunga rendah dan bisa dicicil cukup lama, bahkan sampai 15 tahun.
Dengan begitu, bagi masyarakat yang penghasilannya menengah masih bisa mengambil kredit ini.
Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat muslim memandang ada sisi ketidaknyamanan jika bertransaksi dengan sistem kredit berbunga. Untuk mengakomodasi transaksi beli rumah tanpa riba, hadirlah sebuah produk Pembiayaan Syariah yang bisa diajukan oleh nasabah muslim atau pun nonmuslim.
Pembiayaan Syariah dapat menjadi solusi pembelian rumah dengan cicilan yang bebas riba.
Apa Itu Pembiayaan Syariah?
Sesuai namanya, Pembiayaan ini memiliki proses yang disesuaikan dengan transaksi muamalah sesuai syariat Islam. Laman OJK menyebutkan, layanan Pembiayaan Syariah disediakan oleh bank syariah maupun unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional.
Sifat pembiayaannya dapat berjangka pendek, menengah, atau panjang untuk pembelian rumah tinggal yang masih baru atau bekas.
Sementara itu, akad yang dipakai biasanya jual beli murabahah. Namun, kadang juga dipakai akad lain sesuai dengan diskusi nasabah dengan bank. Setelah tercapai kesepakatan dan pembiayaan dilakukan, nasabah akan mencicil angsuran per bulan.
Apa Itu Akad murabahah & Apa Perbedaan KPR konvensional dan Pembiayaan syariah?
Secara teori, akad murabahah melibatkan dua pihak yang saling bertransaksi. Dalam akad ini, pihak pertama (nasabah) meminta kepada pihak kedua (bank syariah) untuk membelikan dahulu barang yang spesifikasinya sesuai permintaan dari pihak pertama.
Selanjutnya, pihak kedua akan menjual kembali barang tersebut kepada pihak pertama, senilai harga perolehan ditambah laba (margin) yang disepakati bersama termasuk cara pembayarannya.
Inilah yang menjadi perbedaan dalam KPR konvensional dan Pembiayaan syariah. Pada KPR biasa, transaksi yang dilakukan adalah transaksi uang.
Sementara pada Pembiayaan Syariah, bank syariah melakukan transaksi barang dan tidak semata memberikan uang kepada nasabah.
Keuntungan bank diperoleh dengan adanya margin dari akad. Bank tidak mengenakan bunga pada nasabah berdasar persentse tertentu. Selain itu, besaran cicilan yang harus dibayarkan nasabah nilainya tetap dari awal sampai akhir masa angsuran, walaupun di satu sisi terjadi naik-turunnya suku bunga sesuai kebijakan Bank Indonesia.
Akad musyarakah mutanaqisah
Akad ini melibatkan dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk membeli suatu barang, lalu salah satu pihak akan membeli bagian dari pihak lain secara bertahap.
Jadi masing-masing pihak akan berbagi kepemilikan dari barang atau objek yang dibelinya.
Misalnya, nasabah mengajukan pembelian sebuah gudang kepada bank dengan akad musyarakah mutanaqisah. Nasabah urun modal 20 persen dan bank membayarkan 80 persen dari harga jual. Setelah terbeli, nasabah membeli kembali gudang tersebut dari bank sesuai proporsi kepemilikan. Nasabah akan mengangsur sesuai harga perolehan bank ditambah margin yang disepakati selama masa waktu tertentu.
Akad lain
Meski mungkin jarang, kadang dilakukan juga transaksi KPR Syariah yang melibatkan akad istishna’, atau ijarah muntahiyyah bit tamlik pada tenor yang cukup panjang seperti 25 tahun.
Sumber dilansir dari laman https://tirto.id/apa-itu-kpr-syariah-dan-perbedaannya-dengan-kpr-konvensional-f9Cc?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Terkait